Pada Tuhan...
Pada ibu...
Pada ayah..
Dan pada istri..intan permata yang memahkotai kepalaku..
Waktu itu aku kalap
kumulai lagi pusaran itu
kuabadikan tubuhku dalam mencipta prasasti ditengah kemelut itu..
Maka tanpa siapapun..
Langkahku harus sekali lagi berkelana..
Jadi hitam...
Gulana..
Menoda dalam sudut
berdesau dari titian
menghampari diam yang kelu
tentang angin yang janji
menyibak apa mana yang pasti
terselimut kerut..terobati waktu
dan bersimbahlah raut
di nestapa usang yang lalu
dalam pulangku yang ini
dalam pergi yang tak lagi
Berisik...!
Mengapa berisik disini.. disana
Bertenanglah sedikit sampai ku pucat
Seperti tak ikhlasnya derai menyanjungku..
Aku diusung sambil dipasung
Terduduk dan termahkotai
Berselendang putih bergelung keemasan
Dimana aku hingga ku sesat
Kutatap depan begitu riuh
Kutatap atas begitu silau...
Ditengah Riuh ini...
Tumpuanku terdampar dalam bulatan
mesra menepikan hangat penuh janji
mengambang daku tersenyum
mengarti dan menafsir lagi
duhai disini yang dimana..
Masih menampik daku mengerti
kukenal yang sungguh terasing
Senandung dendang lalu yang usang..
Sungguh tak sama...
Lalu aku..
Bersembah bahuku menjura
pada keramatmu yang kerap kubasuh
dari keningku yang satu
yang tak pernah takluk
Lalu aku..
Kini ber'jirah tak lagi baja..
Selendang merah yang kini putih
beruntai kembang yang berulur jauh
Niscaya aku..
jadi sang Pati dalam bahtera
demi...
Dan itu air mata
Terberai dari muara yang sunyi
Lama sudah terpasung tak begitu
Bukan yang ini.. baru kali ini..
Tak bernama sendu atau sedu
Tapi takjub dan merindu
Tentang sepenggal cahaya bak mentari
Amanah mimpi yang bertahun tak bertepi
Lalu leburlah bersama angin
Berkumandang lewat...
Lalu kusebut itu Satu
Cuma satu tak lain
Bertukar niscaya dan pekukuh
Bertajuk takdir dan penghujung
Senja dalam satu
Dalam hari yang tak bersendiri
Menobatkan gelap gelap nanti
Mentari yang ini.. yang satu tak tercerai
Maka kuteriakkan Satu
Dalam garis gulana yang terusik...
Sudah kupentang lalu
menelisik meruas garis
merambah tiap sedu dan gelak
menangkap hening pun gegap
kata mereka sudah pergi
berhilang kupikir tertinggal
sampai gerai berdebu ku buka
mungkin dipancang sunyi yang itu
bakal nanti kubawa
bersemu merah jambu kurias
pada satu yang...
Suryakanta pada Masa..
Mahaguru dalam hari yang penat
Sahabat dalam risau yang panas
darimu peluh bertabur.. hingga mengerti kusimpan..
Terbawalah aku dalam jerit
Hingga tunggang langgang aku sungsang
Sampai terbelenggu ku dalam mimpi
Asa usang yang kupaut dalam tulang yang ringkih
Rapuh ini...
Dan detik bersauh...
Dalam pertanda yang selesai..
Malam menjura pada sang aku
Bertabut sesal dan ceria yang terbekal
Damailah yang usai..
Bersemilah yang angan
Dunia kini berganti bayang
Bermahkotakan surga dariku..
Demi gapaimu nanti pagi..
Senyap... serunai..
Aku disini..
Bertumpu...